Rabu, 26 Oktober 2016

makalah perbandingan mazhab (hak dan kewajiban suami istri)



MAKALAH PERBANDINGAN MAZHAB
TENTANG
HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI MENURUT PENDAPAT 
IMAM MAZHAB



Oleh  :emi safŵatul jannah
Nim   :152132045

 JURUSAN AHWAL ALSYAKHSIYAH
 FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT AGAMA  ISLAM NEGRI (IAIN) MÀTARAM
2016

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LatarBelakang
Perkawinan adalah pintu gerbang bagi suatu pembentukan rumah tangga yang legal yang di akui oleh umat beragama. keluarga ädalah satuan térkecil dalam system social,syariat islam telah sungguh-sungguh memperhatikan segala permasalahan keluarga karna keluarga merupakan fondasi pertama dalam membangun sebuah masyarakat.ketika bangunan itu kuat dan andal di didirikan pada dasar yang sehat dan fondasi yang kuat pula maka produk masyarakat nya pun menjadi kuat dan  enerjik.   Seperi itulah keluarga dan juga perlu di ketahui bahwa kehidupan rumah tangga tidak lepas dari permasalahan, baik masalah yang sepele hingga masalah yang membutuhkan kedewasaan berpikir. agar terhindar dari pertengkaran yang berkepanjangan.Sehingga hal ini membutuhkan saling memahami antar suami istri,  maka dari itu perlu  mengetahui antara  hak dan kewajiban suami terhadap isteri atau hak dan kewajiban ister iterhadap suami.
Dewasa ini banyak kasus perceraian yang terjadi di kalangan masyarakat, walaupun banyak orang yang  memahami hak dan kewajiban masing-masing baik itu hak kewajiban  suami terhadap istri atau sebaliknya. Maka dipandang perlu untuk kita mengkaji dan membahas hal tersebut secara lebih terperinci  terperinci
.
B.     RumusanMasalah

Adapun rumusan masalah makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      pengertian hak dan kewajiban suami istri?
2.      Hak dan kewajiban suami itri menurut hukum islam dan UU NO.1 Tahun 1974.
3.       Hak dan kewajiban istri menurut pendapat imam mazhab?
                                                                                                                 


`                                                           BAB II
PEMBAHASAN

1.      PENGERTIAN HAK DAN KEWAJIBAN

Apabila akad nikah telah berlangsung dan sah memenuhi syarat dan rukunnya maka akan menimbulkan akibat hukum dengan demikian, akan menimbulkan pula hak  dan dan kewajibannya selaku suami istri dalam keluarga[1].secara istilah hak adalah kekuasaan atau wewenang yang di miliki seseorang untuk mendapatkan atau berbuat sesuatu[2] menurut van Apeldoom hak adalah hukum yang di hubungkan dengan seseorang dengan seseorang manusia atau subyek hukum tertentu, dengan demikian menjelma menjadi suatu kekuasaan jadi Hak adalah kekuasaan seseorang untuk memperoleh  sesuatu dari orang yang berkewajiban memberikan hak tersebut atau apa-apa yang di terima oleh seorang dari orang lain, sedangkan Kewajiban adalah apa  yang harus dikerjakan untuk memberikan hak orang lain . Membicarakan kewajiban dan hak suami istri.
Kunci Keutuhan Rumah Tangga Yang Sakinah mendefinisikan kewajiban dengan sesuatu yang harus dipenuhi dan dilaksanakan dengan baik.Sedangkan hak adalah sesuatu yang harus diterima.Lantas, pada pengertian diatas jelas membutuhkan subyek dan obyeknya. Begitu juga dengan pengertian hak suami adalah,sesuatu yang harus diterima suami dari isterinya. Sedangkan hak isteri adalah sesuatu yang harus diterima isteri dari suaminya.Dengan demikian kewajiban yang dilakukan oleh suami merupakan upaya untuk memenuhi hak isteri. Demikian juga kewajiban yang di lakukan istri merupakan upaya untuk memenuhi hak suami, Maka disandingkan dengan kata kewajiban dan hak tersebut,dengan kata suami dan istri, memperjelas bahwa kewajiban suami adalah sesuatu yang harus suami laksanakan dan  di penuhi untuk istrinya. Sedangkan kewajiban istri adalah sesuatu yang harus istri laksanan dan lakukan  nuntuk suaminya.



            Menurut sayyid sabiq hak dan kewajiban suami istri ada tiga macam yaitu:
1.      Hak istri atas suami
2.      Hak suami atas istri
3.      Hak bersama   
Hak –hak yang harus  di terima oleh istri,pada hakikatnya merupakan upaya islam untuk mengangkat harkat dan martabat perempuan pada umumnya.pada zaman dahulu hak-hak perempuan hamper tidak ada yang Nampak hanyalah kewajiban.hal ini karna status perempuan di anggap sangat rendah dan hampir di anggap sebagai sesuatu yang tidak berguna di karenakan peperangan demi peperangan mengakibatkan jumlah laki-laki semakin berkurang karna gugur di medan perang kemudian muncul pandangan bahwa perempuan tidak berguna lagi karna tidak dapat membantu peperangan.[3]  

2.      HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI MENURUT HUKUM ISLAM DAN UU NO.1 TAHUN 1974
Secara umum Undang-Undang Nomor I  Tahun 1974 pasal 33 dan 34 menyebutkan bahwa suami istri wajib saling cinta mencintai,hormat menghormati, setia dan saling bantu membantu satu sama lain.di antara hak dan kewajiban yaitu:
a.       Hak istri yaitu :
1.      Hak istri menerima mahar
2.      Hak di gauli dengan baik
3.      Hak istri dalam massa iddah
4.      Hak hadanah
5.      Sabar dan selalu membina akhlak istri
6.      Perlakuan yang baik


b.      Hak-hak suami yaitu:
1.      Mematuhi suami
2.      Memelihara kehormatan dan harta suami
3.      Berhias untuk suami
4.      Menjadi partner suami
5.      Melayani suami dengan baik
6.      Tidak menolak ajakan suami ketempat tidur
c.       Hak-hak berserikat suami dan itri
1.      Kehalalan bersenang-senang
2.      Keharaman mertua
3.      Saling mewarisi
4.      Mu’asyarah dengan baik
5.      Keturunan dan sandaran keturunan kepada kedua orang tua [4]
d.      Kewajiban suami terhadap istri
1.      Seorang suami berkewajiban membimbing istri dan rumah tangganya akan tetai mengenai hal-hal urusan rumah tangga yang penting-penting di putuskan oleh suami istri bersama
2.      Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperlyuan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya  
3.      Seorang suami berkewajiban memberi  pakaian sesuai dengan apa yang di pakai
4.      Seorang suami di larang memukul istrinya terlebih di bagian muka
5.      Seorang suami di larang menjelekkan istri  (termasuk keluarganya)
6.      Seorang suami di larang memisahhkannya (berpisah dengannya ) kecuali masih dalam satu rumah
7.      Suami yang mempunyai istri lebih dari seorang berkewajiban member temat tinggal dan biaya hidup kepada masing-masing istri secara berimbang menurut besar kecil jika ada perjanjian perkawinan.
8.      Dalam hal para istri rela dan ikhlas, suami dapat menempatkan istrinysa dalam satu tempat kediaman.[5]
e.       Kewajiban istri terhadap suami yaitu:
1.     mengatur urusan  rumah tangga dengan sebaik-baiknya
2.    Kewajiban utama bagi seorang istri ialah berbakti lahir bathin kepada suami yang di benarkan oleh hukum islam




3.      HAK DAN KEWAJIBAN ISTRI MENURUT  PENDAPAT  IMAM MAZHAB
Terdapat empat imam mazhab yaitu mazhab ass-syafi’i, al-hanafi, al-hambali dan maliki memiliki perbedaan pendaat bahwa istri pada hakikatnya punya kewajiban berkhidmat kepada suaminya  di antaranya sebagai berikut:
a.  Mazhab al-hanafi
Al imam al-kasani dalm kitab al-badai menyebutkan , seandainya suami pulang bawa bahan pangan yang masih harus di masak dan di olah lalu istrinya enggan untuk memasak dan mengelolanya maka istri itu tidak boleh di paksa. Suaminya di erintahkan membawa makanan siap santap.Di dalam kitab Al-Fatawa Al-Hindiyah fi Fiqhil Hanafiyah disebutkan: Seandainya seorang istri berkata, "Saya tidak mau masak dan membuat roti", maka istri itu tidak boleh dipaksa untuk melakukannya. Dan suami harus memberinya makanan siap santan, atau menyediakan pembant untuk memasak makanan.
b.      Mazhab Maliki
Di dalam kitab Asy-syarhul Kabir oleh Ad-Dardir, ada disebutkan: wajib atas suami berkhidmat (melayani) istrinya. Meski suami memiliki keluasan rejeki sementara istrinya punya kemampuan untuk berkhidmat, namun tetap kewajiban istri bukan berkhidmat. Suami adalah pihak yang wajib berkhidmat. Maka wajib atas suami untuk menyediakan pembantu buat istrinya.
c.       Mazhab As-Syafi'i
Di dalam kitab Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab karya Abu Ishaq f. Asy-Syirazi rahimahullah, ada disebutkan: Tidak wajib atas istri berkhidmat untuk membuat roti, memasak, mencuci dan bentuk khidmat lainnya, karena yang ditetapkan (dalam pernikahan) adalah kewajiban untuk memberi pelayanan seksual (istimta'), sedangkan pelayanan lainnya tidak termasuk kewajiban.
d.      Mazhab Hanabilah
Seorang istri tidak diwajibkan untuk berkhidmat kepada suaminya, baik berupa mengadoni bahan makanan, membuat roti, memasak, dan yang sejenisnya, termasuk menyapu rumah, menimba air di sumur. Ini merupakan nash Imam Ahmad rahimahullah. Karena aqadnya hanya kewajiban pelayanan seksual. Maka pelayanan dalam bentuk lain tidak wajib dilakukan oleh istri, seperti memberi minum kuda atau memanen tanamannya.



f.       Mazhab Az-Zhahiri
Dalam mazhab yang dipelopori oleh Daud Adz Dzahiri ini, kita juga menemukan pendapat para ulamanya yang tegas menyatakan bahwa tidak ada kewajiban bagi istri untuk mengadoni, membuat roti, memasak dan khidmat lain yang sejenisnya, walau pun suaminya anak khalifah. Suaminya itu tetap wajib menyediakan orang yang bisa menyiapkan bagi istrinya makanan dan minuman yang siap santap, baik untuk makan pagi maupun makan malam. Serta wajib menyediakan pelayan (pembantu) yang bekerja menyapu dan menyiapkan tempat tidur.
Ada pendapat yang berbeda oleh Dr. Yusuf Al-Qaradawi, beliau agak kurang setuju dengan pendapat jum hur ulama ini. Beliau cenderung tetap mengatakan bahwa wanita wajib berkihdmat di luar urusan seks kepada suaminya.Jadi para istri harus digaji dengan nilai yang pasti oleh suaminya.Karena Allah menetapkan kewajiban suami itu memberi nafkah kepada istrinya. Dan memberi nafkah itu artinya bukan sekedar membiayai keperluan rumah tangga, akan tetapi lebih dari itu, para suami harus menggaji para istri. Serta uang gaji itu harus di luar semua biaya kebutuhan rumah tangga.Pada setiap perkawinan, masing-masing pihak suami dan isteri dikenakan hak dan kewajiban. Pembagian hak dan kewajiban disesuaikan dengan proporsinya masing-masing. Bagi pihak yang dikenakan kewajiban lebih besar berarti ia akan mendapatkan hak yang lebih besar pula.[6]
Berbicara tentang  hak dan kewajiban suami isteri, al-Qur’an telah secara rinci memberikan ketentuan-ketentuannya. Ketentuan-ketentuan tersebut diklasifikasi menjadi Ketentuan mengenai hak dan kewajiban bersama antara suami isteri, Ketentuan mengenai kewajiban suami yang menjadi hak isteri, Ketentuan mengenai kewajiban isteri yang menjadi hak suami. Secara teoritik, untuk menetapkan suatu hukum dalam Islam harus merujuk kepada al-Qur’an dan sunnah Nabi sebagai sumber primer, al-Qur’an digunakan sebagai petunjuk hukum dalam suatu masalah kalau terdapat ketentuan praktis di dalamnya. Namun apabila tidak ditemukan, maka selanjutnya merujuk kepada sunnah Nabi. Sementara itu terkait dengan ketentuan praktis mengenai hak dan kewajiban antara suami dan isteri, banyak ditemukan dalilnya dalam alQur’an. Dalil-dalil tersebut meliputi hak dan kewajiban bersama antara suami dan isteri, kewajiban suami terhadap isteri, kewajiban isteri terhadap suami. Sesuai dengan ketentuan-ketentuan al-Qur’an di atas dalam kaidah fiqh yaitu kaidah Asasiyyah seperti dibawa ini.

ِﺎنَﻜْﻣِاﻹِر ْ ﺪَﻘِﺑ ُ الَﺰُﻳـُرَاﻟﻀﱠﺮ
Artinya: “Kemudharatan itu harus ditinggalkan sedapat mungkin.”
 Maksud dari kaidah ini ialah, kewajiban menghindarkan terjadinya suatu kemudharatan, atau dengan kata lain, kewajiban melakukan usahausaha preventif agar terjadi suatu kemudharatan, dengan segala daya upaya mungkin dapat diusahakan. Tidak jarang dalam suatu perbuatan bergantung pada perbuatan yang lain. Dan tak jarang pula perbuatan inti sangat bergantung pada perbuatan perantara. Seperti dalam perkawinan, bahwa tujuan perkawinan adalah mewujudkan rumah tangga yang harmonis yang didasari rasa kasih sayang (mawa>ddah warah}mah). Tujuan tersebut tidak akan terwujud manakala tidak ada pembagian tugas-tugas dalam kehidupan rumah tangga. Seperti misalnya semua tugas-tugas yang berkaitan dengan rumah tangga dikerjakan oleh suami atau isteri saja, sementara kemampuan isteri atau suami sangat terbatas. Oleh karena itu diperlukan adanya pembagian tugas-tugas yang berbentuk hak dan kewajiban (sebagai langkah preventif), dan masing-masing pihak bertindak atas haknya.








BAB III
PENUTUP
pernikahan  merupakan pintu gerbang menuju pembentukan lembaga keluarga,oleh sebab itu suatu keluarga harus di bina bagai madrasah yang memberikan pengalaman beragama yang mengajarkan nilai-nilai islami. Pernikahan adalah suatu pristiwa yang fitrah,tarbiyah,dan sarana paling agung dalam memelihara keturunan dan memperkuat hubungan antar sesama manusia yang menjad sebab terjaminnya kenangan,cinta dan kasih  sayang. Hukum keluarga berasal dari hukum perkawinan yang merupakan bagian dari hukum perdata yang mengatur dan melindungi hak-hak pribadi. Hal tersebut bertitik tolak dari prinsip bahwa kedudukan manusia di lindungi oleh hukum yang secara keperdataan artinya di lindungi hak-haknya sehingga kebebasan hidup manusia untuk memiliki dan menggantikan kepemilikannya tidak merugikan orang lain. Sebagai mana dalam makalah ini yang melibatkan hak-hak dan kewajiban suami. Walaupun di dalam perbedaan pendapat para imam mazhab dalam menafsirkan sesuatu   tidak dapat menghilang kan  antara hak dan kewajiban antara suami dan istri , kesemuanya memunyai vitbeck (timbale balik) di dalam keluarga.
Sekian kurang dan lebih atas penulisan makalah ini apabila ada kekeliruan kalimat dan slain sebagainya mohon maaf dan terima kasih.




[1] Abd.Rahman Ghazali,fiqih munakahat,(Jakarta:kencana,2006)
[2] J.C.T.Simorankir,Rudy T. Erwin,J.T. Prasetyo, kamus hukum, cet. IV (Jakarta :Sinar Grafika,2005),60
[3] Drs.Beni Ahhmad Saebani,fiqih munakahat 2,(Bandung:Pustaka setia,2001)
[4] Dr.Abdul Aziz, Muhammad Azzam,fiqih munakahat,(jakart:13220)
[5] Kompilasi hukum islam( bagian ke lima  pasal 82 )
[6]  http://jaymind18.blogspot.com/2013/03/hak-dan-kewajiban-suami-istri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar